Selayaknya
pembangunan di kota-kota maju di dunia, proyek reklamasi Pantai Utara
Jakarta juga menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Pihak yang setuju
dan yang tidak setuju memiliki data dan pembelaan masing-masing.
Kubu
pro terdiri atas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan
para pendukung setianya. Sedangkan kubu kontra terdiri dari para aktivis
lingkungan, nelayan, Bu Susi Pudjiastuti selaku Menteri Kelautan dan Perikanan,
sejarawan, budayawan, pakar tata kota, pengamat, dan orang-orang yang selama
ini berseberangan dengan Ahok.
Dua
pendapat tersebut sama-sama memiliki dasar yang kuat, informasi tersebut bisa
kita peroleh dari jurnal-jurnal ilmiah dan hasil penelitian berpuluh tahun yang
lalu. Pendapat pertama mencontoh kesuksesan Belanda mereklamasi Rotterdam untuk
menahan banjir serta proyek-proyek reklamasi lainnya di belahan dunia lain.
Pendapat ini diperkuat dengan kunjungan kerja serta penandatanganan kerja sama
bisnis Ahok dengan walikota Rotterdam.
Masuk
akal apabila Jakarta membutuhkan tanggul raksasa, tetapi mereka mempertanyakan
proyek reklamasi belasan pulau yang konon tidak ada kaitannya dengan
kepentingan masyarakat.
Di
media sosial, amat mudah menemukan perdebatan kubu pro dan kotra reklamasi.
Sebagian dihiasi dengan jargon-jargon yang membuat bulu kuduk siapa pun
berdiri, seperti “Jika tak direklamasi, Jakarta akan tenggelam dalam beberapa
tahun ke depan” atau “Lebih baik menyingkirkan segelintir manusia, hewan, dan
tanaman langka demi kebaikan jutaan warga Jakarta”.
Alih-alih
memperilhatkan rasa cinta terhadap kota kelahiran dan kota tempat hidup, kedua
kubu malah terjebak dalam drama perdebatan tak berujung. Tentu lebih baik apabila mereka mau saling bertukar pendapat satu sama lain, hingga tercapai mufakat antara kedua belah
pihak.
References :